A. Pengertian Reliabilitas
Kata
reliabillitas dalam bahasa Indonesia di ambil dari reliability dalam bahasa
inggris, berasal dari kata, reliable yang artinya dapat di percaya.
“reliabilitas” merupakan kata benda, sedangkan “reliable” merupakan kata sifat
atau keadaan. Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang
mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas
tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable).Walaupun
reliabilitas mempunyai berbagai arti seperti kepercayaan, keterandalan,
keajegan, kestabilan dan konsistensi, namun ide pokok yang terkandung dalam
konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya.
Dari
beberapa pengertian di atas jadi reliabilitas tes marupakan suatu alat ukur
yang digunakan untuk mengetahui konsistensi pengukuran tes yang hasilnya
menunjukan keajegan.Seorang dikatakan dapat di percaya apabila orang tersebut
berbicara ajeg, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.Dalam
sebuah tes pentingnya diamati keajegan dan kepastian tes tersebut dilihat dari
hasil tes yang didapat.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas Tes Hasil
Belajar Obyektif
a.
Konstruksi item yang tidak tepat, sehingga tidak dapat mempunyai
daya pembeda yang kuat.
b.
Panjang/pendeknya suatu instrument
c.
Evaluasi yang surjektif akan menurunkan reliabilitas
d.
Ketidaktepatan waktu yang diberikan
e.
Kemampuan yang ada dalam kelompok
f.
Luas/tidaknya sampel yang diambil.
1.
Konsep
Dasar
a.
Pengukuran
Sebelum seorang evaluator menilai
tentang proses sebuah pendidikan, maka langkah awal yang dilakukan adalah
melakukan sebuah pengukuran. Dalam penilaian pendidikan, evaluator harus
mengatahui standar penilain yang telah telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai
acuan dasar, sehingga dari situ evaluator mampu melakukan pengukuran sesuai
dengan apa yang seharusnya diakur dalam bidang pendidikan. Umumnya sebuah
pengukuran, akan dapat dilakukan dengan baik apabila evaluator mengetahui
dengan pasti objek apa yang akan diukur, dengan begitu evaluator dapat
menentukan instrument yang digunakan dalam pengukuran.Pengukuran merupakan
proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala
kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari
performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka.
a.
Menurt Masidjo (1995)
pengukuran sifat suatu objek adalah suatu kegiatan menentukan kuantitas suatu
objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh
benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
b.
Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran dikemukakan
oleh Wiersma & Jurs (1990) bahwa
pengukuran adalah penilaian numeric pada fakta-fakta dari objek yang hendak
diukur menurut criteria atau satuan-satuan tertentu. Jadi pengukuran bisa
diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta suatu objek dengan fakta-fakta
satuan tertentu.
b . Penilaian
Penilaian dalam Bahasa Inggris
dikenal dengan istilah Assessment yang berarti menilai sesuatu. Menilai itu
sendiri bararti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran
tertentu seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh,
tinggi atau rendah, dan sebagainya (Djaali & Pudji Muljono, 2007).Istilah
asesmen (assessment) diartikan oleh Stiggins
(1994) sebagai penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Menurut
Endang Purwanti (2008: 3) Secara
umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam
bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang
siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah
maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Dari beberapa pengertian menurut para ahli
diatas dapat disipulkan bahwa penilaian adalah suatu kegiatan membandingkan
atau menerapkan hasil pengukuran untuk memberikan nilai terhadap objek
penilaian.
c . Evaluasi
Evaluasi dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istila Evaluation. Gronlund (1985) berpendapat evaluaasi
adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan,
sampai sejauh mana tujuan proram telah tercapai. Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh Wrightstone, dkk (1956) yang mengemukakan bahwa
evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa
kearah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan
Endang Purwanti (2008: 6)
Berpendapat bahwa evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan
kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran
tersebut dengan kriteria tertentu.Dari pengertian diatas istilah evaluasi dan
penilaian hampir sama, bedanya dalam evaluasi berakhir dg pengambilan keputusan
sedangkan penilaian hanya sebatas memberikan nilai saja. Berdasarkan pengertian
antara istilah pengukuran, penilaian dan evaluasi yang dikemukakan diatas, maka
jelaslah sudah bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga konsep
yang berbeda. Namun demikian, dalam prakteknya dalam dunia pendidikan, ketiga
konsep tersebut sering dipraktikkan dalam satu rangkaian kegiatan.
Beberapa perbedaan pengukuran,
penilaian dan evaluasi
N0
|
Pengukuran
|
Penilaian
|
Evaluas
|
1
|
Dilakukan pertama kali sebelum
melakukan proses selanjutnya
|
Dilakukan sebagai tindak lanjut
dari hasil pengukuran (pengumpulan informasi) sebelum membuat keputusan
|
Kegiatan yang lebih kompleks,
dimana mencakup pengukuran, penilaian dan membandingkan
|
2
|
Hasil berupa angka
|
Hasil berupa kriteria dengan
parameter tertentu
|
Hasil berupa pengambilan keputusan
atas suatu hasil penilaian
|
3
|
Berinteraksi langsung dengan obyek
yang diukur.
|
Berinteraksi dengan informasi yang
telah dikumpulkn untuk diolah
|
Berinteraksi dengan proses
pengambilan keputusan terhadap suatu obyek.
|
2.
Tingkat
Kesukaran
Tingkat
kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat
kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat
kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya
berkisar 0,00 - 1,00. Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh
dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK=
0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK=
1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran
ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang
diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat
kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal obyektif.
Rumusnya adalah seperti berikut ini.
Fungsi
tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya
untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki
tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya
digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah. Hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran
soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut
ini.
1. 0,00 - 0,30 soal tergolong sukar
2. 0,31 - 0,70 soal tergolong sedang
3. 0,71 - 1,00 soal tergolong mudah
Tingkat
kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi total skor tes. Untuk
tes yang sangat sukar (TK= < 0,25) distribusinya berbentuk positif skewed,
sedangkan tes yang mudah dengan TK= >0,80) distribusinya berbentuk negatif
skewed. Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi
guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran. Kegunaannya bagi guru adalah:
(1) sebagai pengenalan konsep
terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil
belajar mereka,
(2) memperoleh informasi tentang
penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang biasa.
Adapun kegunaannya bagi pengujian
dan pengajaran adalah:
(a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang,
(b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada
kurikulum sekolah,
(c) memberi masukan kepada siswa,
(d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias,
(e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.
Di samping
kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal
sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat:
(1) mempengaruhi karakteristik
distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau jumlah soal
dan korelasi antarsoal),
(2) berhubungan dengan reliabilitas.
Menurut koefisien alfa clan KR-20, semakin tinggi korelasi antar soal, semakin
tinggi reliabilitas.
Tingkat
kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk mempredikst alat ukur itu
sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan
guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap
informasi ini adalah seperti berikut.
1) Pengecoh butir soal itu tidak
berfungsi.
2) Sebagian besar siswa menjawab benar
butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang
ditanyakan.
Bila suatu butir soal termasuk
kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut.
1) Butir soal itu
"mungkin" salah kunci jawaban.
2) Butir soal itu
mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar.
3) Materi yang
ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya, sehingga
kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai.
4) Materi yang
diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan
(misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan
ganda).
5) Pernyataan atau
kalimat soal terlalu kompleks dan panjang.
Namun, analisis secara klasik ini
memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk
mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel
(Haladyna, 1994: 145). Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat
mudah (TK= >0,90). Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat
sulit (TK = < 0,40). Oleh karena itu memang merupakan kelebihan analisis
secara IRT, karena 1RT dapat mengestimasi tingkat kesukaran soal tanpa
menentukan siapa peserta tesnya (invariance). Dalam IRT, komposisi sampel dapat
mengestimasi parameter dan tingkat kesukaran soal tanpa bias.
3.
Daya Pembeda (DP)
Daya pembeda soal adalah kemampuan
suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah
menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang
tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir
soal adalah seperti berikut ini.
1) Untuk
meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks
daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik,
direvisi, atau ditolak.
2) Untuk
mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan
siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang
diajarkan guru. Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan
siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai "kemungkinannya"
seperti berikut ini.
• Kunci jawaban
butir soal itu tidak tepat.
• Butir soal itu
memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar
• Kompetensi yang
diukur tidak jelas
• Pengecoh tidak
berfungsi
• Materi yang
ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak
• Sebagian besar
siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi
dalam butir soalnya
Indeks daya pembeda setiap butir
soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya
pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga
belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik
yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai
dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik
soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah
(warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal
dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi
yang diajarkan guru).
Untuk mengetahui daya pembeda soal
bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.
DP = daya pembeda soal,
BA = jumlah jawaban benar pada
kelompok atas,
BB = jumlah jawaban benar pada
kelompok bawah,
N =jumlah siswa yang
mengerjakan tes.
Hasil perhitungan dengan menggunakan
rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar
peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik
yang belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah
seperti berikut ini (Crocker dan Algina, 1986: 315).
0,40 - 1,00 soal
diterima baik
0,30 - 0,39 soal
diterima tetapi perlu diperbaiki
0,20 - 0,29 soal
diperbaiki
0,19 - 0,00 soal tidak dipakai/dibuang
4. Beda Distraktor
Setiap
tes pilihan ganda memiliki satu pertanyaan serta beberapa pilihan jawaban.
Diantara pilihan jawaban yang ada, hanya satu yang benar. Selain jawaban yang
benar tersebut, adalah jawaban yang salah. Jawaban yang salah itulah yang dikenal
dengan distractor (pengecoh). Dengan demikian, efektifitas distraktor adalah
seberapa baik pilihan yang salah tersebut dapat mengecoh peserta tes yang
memang tidak mengetahui kunci jawaban yang tersedia. Semakin banyak peserta tes
yang memilih distraktor tersebut, maka distaktor itu dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Cara menganalisis fungsi distraktor
dapat dilakukan dengan menganalisis pola penyebaran jawaban butir. Pola
penyebaran jawaban sebagaimana dikatakan :
a. Sudijono
(2005) adalah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana peserta tes dapat
menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang
telah dipasangkan pada setiap butir.
b. Depdikbud
(1993) sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika dipilih
oleh paling sedikit 5% untuk 4 pilihan jawaban dan 3% untuk 5 pilihan jawaban.
c. Fernandes
(1984) distraktor dikatakan baik jika dipilih oleh minimal 2% dari seluruh
peserta. Distraktor yang tidak memenuhi kriteria tersebut sebaiknya diganti
dengan distraktor lain yang mungkin lebih menarik minat peserta tes untuk
memilihnya.
Sesuatu distraktor
dapat diperlakukan dengan tiga cara:
a.
Diterima, karena sudah
baik
b.
Ditolak, karena tidak
baik
c.
Ditulis kembali, karena
kurang baik
5. Penentuan Nilai Akhir
Dalam menentukan nilai akhir, bobot nilai-nilai yang merupakan komponennya perlu ditentukan dan diberitahukan kepada siswa. Sistem penilaian yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah disebutkan di atas adalah sistem penilaian relatif, yaitu sistem yang digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang lain dalam kelasnya.
1. Definisi Nilai Akhir
Nilai akhir sering juga dikenal dengan istilah nilai final adalah, nilai baik berupa angka atau huruf yang melambangkan tingkat keberhasilan peserta didik setelah mereka mengikuti program pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.Merupakan pemberian dan penentuan pendapat pendidik terhadap peserta didiknya, terutama mengenai perkembangan, kemajuan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh peserta didik yang berada dibawah asuhannya, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2. Fungsi Nilai Akhir
Penentuan nilai akhir secara garis besar memiliki empat macam fungsi yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi Intruksional
Tidak ada tujuan yang lebih penting dalam proses belajar mengajar kecuali mengusahakan agar perkembangan dan belajar siswa mencapai tingkat optimal. Pemberian nilai merupakan salah satu cara dalam usaha ke arah tujuan itu, asal dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana.Pemberian nilai merupakan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memberikan suatu balikan (feed back / umpan balik) yang mencerminkan seberapa jauh seorang siswa telah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pengajaran atau system instruksional.
b. Fungsi Informatif
Memberikan nilai siswa kepada orang tuanya mempunyai arti bahwa orang tua tersebut menjadi tahu akan kemajuan dan prestasi putranya di sekolah. Catatan ini akan sangat berpengaruh, terutama bagi orang tua yang ikut serta menyadari tujuan sekolah dan perkembangan putranya. Dengan catatan ini orang tua akan:
1. Sadar terhadap keadaan putranya, untuk kemudian lebih baik memberi bantuan berupa perhatian, dorongan ataupun bimbingan, dan
Dalam menentukan nilai akhir, bobot nilai-nilai yang merupakan komponennya perlu ditentukan dan diberitahukan kepada siswa. Sistem penilaian yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah disebutkan di atas adalah sistem penilaian relatif, yaitu sistem yang digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang lain dalam kelasnya.
1. Definisi Nilai Akhir
Nilai akhir sering juga dikenal dengan istilah nilai final adalah, nilai baik berupa angka atau huruf yang melambangkan tingkat keberhasilan peserta didik setelah mereka mengikuti program pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.Merupakan pemberian dan penentuan pendapat pendidik terhadap peserta didiknya, terutama mengenai perkembangan, kemajuan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh peserta didik yang berada dibawah asuhannya, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2. Fungsi Nilai Akhir
Penentuan nilai akhir secara garis besar memiliki empat macam fungsi yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi Intruksional
Tidak ada tujuan yang lebih penting dalam proses belajar mengajar kecuali mengusahakan agar perkembangan dan belajar siswa mencapai tingkat optimal. Pemberian nilai merupakan salah satu cara dalam usaha ke arah tujuan itu, asal dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana.Pemberian nilai merupakan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memberikan suatu balikan (feed back / umpan balik) yang mencerminkan seberapa jauh seorang siswa telah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pengajaran atau system instruksional.
b. Fungsi Informatif
Memberikan nilai siswa kepada orang tuanya mempunyai arti bahwa orang tua tersebut menjadi tahu akan kemajuan dan prestasi putranya di sekolah. Catatan ini akan sangat berpengaruh, terutama bagi orang tua yang ikut serta menyadari tujuan sekolah dan perkembangan putranya. Dengan catatan ini orang tua akan:
1. Sadar terhadap keadaan putranya, untuk kemudian lebih baik memberi bantuan berupa perhatian, dorongan ataupun bimbingan, dan
2. Hubungan orang tua dengan sekolah
semakin lebih baik.
c . Fungsi Bimbingan
Pemberian nilai kepada siswa akan mempunyai arti besar bagi pekerjaan bimbingan. Dengan perincian gambaran nilai siswa, petugas bimbingan akan segera tahu bagian-bagian mana dari usaha siswa disekolah yang masih memerlukan bantuan. Catatan lengkap yang juga mencakup tingkat (rating) dalam kepribadian siswa serta sifat-sifat yang berhubungan denga rasa sosial akan sangat membantu siswa dalam mengarahkannya sebagai pribadi yang seutuhnya.
d. Fungsi Administratif
Secara administratif pemberian nilai akhir oleh seorang pendidik terhadap peserta didiknya itu memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Menentukan kenaikan dan kelulusan siswa.
2) Memindahkan atau menempatkan siswa.
3) Memberikan beasiswa.
4) Memberikan rekomendasi untuk melanjutkan belajar.
5) Memberi gambaran tentang prestasi siswa/lulusan kepada para calon pemakai tenaga kerja.
1. Beberapa contoh cara penentuan nilai akhir
Sebelum dibicarakan lebih lanjut mengenai cara-cara yang dapat ditempuh dalam rangka menentukan nilai akhir perlu diingatkan tentang adanya dua bentuk penilaian, yaitu penilaian dalam bentuk formatif dan penilaian dalam bentuk sumatif.
Penilaian yang diberikan oleh pendidik dalam bentuk tes-tes formatif sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan untuk mengetahui sampai dimana tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan instruksional yang telah dirumuskan dalam setiapsatuan pelajaran. Adapun tes sumatif bertujuan untuk menilai prestasi peserta didik terhadap penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan kepada mereka selama jangka waktu tertentu. Akan tetapi oleh karena tes sumatif itu pada umumnya tidak sering dilakukan, maka untuk dapat menjaga kesinambunganpenilaian dan hasil penilaian yang dipandang lebih mantap bagi setiap peserta didik, maka penentuan nilai akhir pada umumnya dilaksanakan dengan jalan menggabungkan nilai-nilai hasil tes formatif dengan nilai hasil tes sumatif.
Berikut ini dikemukakan dua macam contoh cara yang sering dipergunakan dalam penentuan nilai akhir.
c . Fungsi Bimbingan
Pemberian nilai kepada siswa akan mempunyai arti besar bagi pekerjaan bimbingan. Dengan perincian gambaran nilai siswa, petugas bimbingan akan segera tahu bagian-bagian mana dari usaha siswa disekolah yang masih memerlukan bantuan. Catatan lengkap yang juga mencakup tingkat (rating) dalam kepribadian siswa serta sifat-sifat yang berhubungan denga rasa sosial akan sangat membantu siswa dalam mengarahkannya sebagai pribadi yang seutuhnya.
d. Fungsi Administratif
Secara administratif pemberian nilai akhir oleh seorang pendidik terhadap peserta didiknya itu memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Menentukan kenaikan dan kelulusan siswa.
2) Memindahkan atau menempatkan siswa.
3) Memberikan beasiswa.
4) Memberikan rekomendasi untuk melanjutkan belajar.
5) Memberi gambaran tentang prestasi siswa/lulusan kepada para calon pemakai tenaga kerja.
1. Beberapa contoh cara penentuan nilai akhir
Sebelum dibicarakan lebih lanjut mengenai cara-cara yang dapat ditempuh dalam rangka menentukan nilai akhir perlu diingatkan tentang adanya dua bentuk penilaian, yaitu penilaian dalam bentuk formatif dan penilaian dalam bentuk sumatif.
Penilaian yang diberikan oleh pendidik dalam bentuk tes-tes formatif sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan untuk mengetahui sampai dimana tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan instruksional yang telah dirumuskan dalam setiapsatuan pelajaran. Adapun tes sumatif bertujuan untuk menilai prestasi peserta didik terhadap penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan kepada mereka selama jangka waktu tertentu. Akan tetapi oleh karena tes sumatif itu pada umumnya tidak sering dilakukan, maka untuk dapat menjaga kesinambunganpenilaian dan hasil penilaian yang dipandang lebih mantap bagi setiap peserta didik, maka penentuan nilai akhir pada umumnya dilaksanakan dengan jalan menggabungkan nilai-nilai hasil tes formatif dengan nilai hasil tes sumatif.
Berikut ini dikemukakan dua macam contoh cara yang sering dipergunakan dalam penentuan nilai akhir.
Nilai
akhir diperoleh dengan jalan memperhitungkan nilai hasil tes formatif, yaitu
nilai hasil rata-rata ulangan harian, dengan nilau hasil tes sumatif, yaitu
nilai hasil ulangan umum yang dikali 2 kemudian dibagi 3. Dengan rumus :
(F1 + F2 + F3 …………..Fn)
+ 2S
n
NA =
3
(F1 + F2 + F3 …………..Fn)
+ 2S
n
NA =
3
NA = Nilai akhir
F1 = Nilai hasil tes formatif ke -1
F2 = Nilai hasil tes formatif ke-2
F3 = Nilai hasil tes formatif ke-3
F4 = Nilai hasil tes formatif ke –n
n = Banayknya kali tesformatif dilaksanakan
2&3 = bilangan konstan (2 bobot formatif, 3 bobot tes secara keseluruhan
F1 = Nilai hasil tes formatif ke -1
F2 = Nilai hasil tes formatif ke-2
F3 = Nilai hasil tes formatif ke-3
F4 = Nilai hasil tes formatif ke –n
n = Banayknya kali tesformatif dilaksanakan
2&3 = bilangan konstan (2 bobot formatif, 3 bobot tes secara keseluruhan
Dapat
disimpulkan bahwa dalam menentukan nilai akhir dan dalam penyusunan rangking
seorang pendidik (pengajar) harus dapat mengetahui teknik-tekniknya guna
mempermudah dalam pembuatannya. Dengan menentukan nilai akhir dan rangking
seorang pendidik dapat mengetahui kemampuan atau kecerdasan peserta didik dalam
mengikuti proses belajar mengajar, sehingga dapat memberikan motivasi kepada
peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Dari berbagai macam teknik pendidik
dapat memilih teknik yang mudah digunakan dapat dimengerti oleh peserta didik.
No comments:
Post a Comment