Thursday, 13 October 2016

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA HUBUNGAN KEBUDAYAAN DAN TRADISI KEAGAMAAN



TUGAS
“PSIKOLOGI AGAMA”



Di Susun Oleh :
MUTIARA

Dosen Pembimbing :
Dra. Ratnawati,M.pd.
NIP.196709111994032002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
                                JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) CURUP
2013




   1.      HUBUNGAN KEBUDAYAAN DAN TRADISI KEAGAMAAN
       A. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi dan akal. Kebudayaan diadakan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah alam.
Adapun beberapa ahli merumuskan kebudayaan antara lain:
Ø  E. B Tylor (1871)
                         Menurut E.B Tylor, kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Ø  Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
                         Menurut tokoh ini, kebudayaan sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat antara lain yaitu sebagai berikut:
Ø  Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebedaan atau masyarakat.
Ø  Kasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segaa kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang kuat, didalamnya termasuk agama ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyara.
Ø  Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan cipta bisa terwujud murni, maupun yang telah disusun untuk berlangsung diamalkan dalam kehidupan masyarakat.
v  Fungsi Kebudayaan
            Fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia dan masyarakat antara lain:
1.      Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
                    
2.     Hasil karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya.
3.    Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Jadi fungsi kebudayaan disini agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan  sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain.
Para ahli antropologi membagi kebudayaan dalam bentuk dan isi. Menurut Koentjaraningrat bentuk kebudayaan terdiri atas:
1.      Sistem kebudayaan (cultural system)
             Sistem kebudayaan berbentuk gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai budaya, norma-norma, pandangan-pandangan yang bentuknya abstrak serta berada dalam pikiran para pemangku kebudayaan yang bersangkutan.
2.     Sistem sosial (social system)
            Sistem sosial berwujud aktifitas, tingkah laku, prilaku, upacara-upacara ritual-ritual yang wujudnya lebih konkret. Sistem sosial adaah bentuk kebudayaan dalam wujud yang telah konkret dan dapat diamati.
3.     Benda-benda budaya (material system)
                   Benda-benda budaya atau kebudayaan fisik atau kebudayaan material merupakan  hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan.
Adapun isi kebudayaan menurut Koentharaningrat terdiri atas tujuh unsur, yaitu; bahasa, sistem pengetahuan religi dan kesenian. Dengan demikian dilihat dari bentuk dan isi. Kebudayaan merupakan lingkungan yang terbentuk oleh norma-norma dan nilai-nilai yang dipelihara oleh masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai dan norma-norma menjadi pedoman hidup itu berkembang dalam berbagai kebutuhan masyarakat, sehingga terbentuk dalam suatu sistem sosial.
Contohnya; sistem ini selanjutnya terwujud pula benda-benda kebudayaan dan bentuk benda fisik. Contohnya adalah penyebaran agama, kenusantara yang sampai saat ini mempengaruhi sikap keagamaan masyarakat Indonesia. Khususnya pengaruh tradisi keagamaan masa lalu ikit mempengaruhi sikap keagamaan masyarakat.
            Menurut Robert Monk hubungan antara sikap keagamaan dan tradisi keagamaan adalah sikap keagamaan perorangan dalam masyarakat yang  menganur suatu keyakinan agama merupakan unsur penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan. Tradisi keagamaan menurut Monk menunjukan kepada kompleksitas pola-pola tingkah laku (sikap-sikap kepercayaan atau keyakinan yang berfungsi untuk menolak atau menanti suatu nilai penting (nilai-nilai) oleh sekelompok orang yang dipelihara dan diteruskan secara berkesinambungan selama periode-periode tertentu.
v  PENGERTIAN TRADISI KEAGAMAAN
            Tradisi menurut parsudi Suparlan, merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Secara garis besar tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam masyarakat yang disebut pranata. Pranata ini dapat bercorak rasional, terbuka dan umum. Para sosiolog mengidentifikasikan adanya pranata primer. Pranata primer ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan menusia itu sendiri. Pranata primer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakatnya. Karena itu, pranata ini tidak mudah dapat berubah begitu saja. Pranata primer ini lebih mengakar pada kehidupan masyarakat.
             Oleh karena itu pranata primer bercorak menekankan pada pentingnya kepentingan dan kebersamaan serta bersifat tertutup atau pribadi, seperti pranata-pranata keluarga, kekerabatan, keagamaan pertemanan. Dari hal tersebut, tradisi keagamaan termasuk kedalam pranata primer. Hal ini dikarenakan antara lain menurut Rodalsav  A. Tsanoff, pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhanan atau keyakinan, tindak keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki. Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah dan mengandung nilai-nilai luhur yang berkaitan erat dengan agama yang dianut masyarakat.
            Tradisi keagamaan bersumber dari norma-norma yang termuat dari kitab suci. Agama yang terlihat sebagai pusat kebudayaan dan penyaji aspek kebudayaan yang tertinggi dan suci, menunjukkan mode kesadaran manusia yang menyangkut bentuk-bentuk simbolik sendiri. Agama juga merupakan ajaran yang luhur dari Tuhan pada gilirannya juga akan membentuk sebuah tatanan baru. Setiap agama hadir di dunia berfungsi sebagai pedonman dan peraturan bagi tata cara hidup umat manusia. Keinginan mengejawantahkan ajaran agama di dalam kehidupannya, seseorang akan menerjemahkan ajaran kitab suci dalam praktik hidup mereka sehari-hari.
            Ketika telah diterjemahkan menjadi rangkaian pemikiran dan perilaku, ia terus dipertahankan sehingga membentuk tradisi beragama. Dari tradisi agama dalam konteks individu, karena dari hasil interaksi dan sifat sosial setiap individu, maka lahirlah tradisi masyarakat. Berbagai praktik agama sangat lazim muncul sebagai tradisi masyarakat, sehingga akan terbentuk tradisi agama yang sangat kuat dan selalu terpelihara dengan baik dalam sebuah masyrakat. Masyarakat yang selalu mempertahankan tradisi agama sebagai bagian dari kehidupannya yang akan membentuk sebuah masyarakat religious, yang didalamnya terdiri dari anggota-anggota masyarakat dengan agama dan kesadaran mengamalkan agama yang berbeda.
            Dalam kaitannya dengan pembentukkan tradisi keagamaan, secara konkreat, pernyataan koentjaraningrat dapat digambarkan melalui proses penyiaran agama, hingga terbentuk suatu komunitas keagamaan. sebagai contoh, masuknya agama-agama ke Nusantara dalam kurun waktu yang berbeda, namun pengaruhnya terhadap perilaku masyarakat pendukungnya di Indonesia masih terlihat nyata.
            Sikap jiwa yang umum adalah sikap bersungguh-sungguh, jauh dari olok-olok dan kekesalan. Jika seseorang menderita cobaan atau musibah, ia tidak akan mengeluh, karena disamping penderitaan itu, ia mempunyai jalan untuk terlepas dari pada kesukaran tersebut. Jiwa keagamaan bukan secara langsung sebagai faktor bawaan atau diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuknya dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup kognitif, afektif, dan konatif.
            Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa keagamaan berasal dari faktor intern dan faktor ekstern manusia. Pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah makhluk beragama, karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Potensi tersebut termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak. Sebaliknya teori kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber dari faktor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. Faktor inilah yang menurut pendukung teori tersebut kemudian mendorong manusia menciptakan suatu tata cara pemujaan dan dikenal dengan agama.
            Di luarpun tradisi agama Kristen mendapatkan bahwa tokoh-tokoh agama yang berpengaruh memiliki kekuatan-kekuatan paranormal, termasuk ESP (kekuatan di luar indera) dan menganggap kekuatan-kekutan itu sebagai bukti atas kesucian mereka. Dalam beberapa tradisi agama kejadian-kejadian paranormal seperti itu, baik mengenai ESP, penyembuhan atau mengenai peristiwa kealaman lainnya, sering dianggap sebagai bukti atas kesucian orang yang menimbulkan kejadian itu. Meskipun dalam banyak tradisi agama terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kekuatan-kekuatan paranormal bisa merupakan tanda bagi orang-orang suci, namun pada tradisi agama yang sama juga terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kekuatan-kekuatan itu bisa juga merupakan tanda bagi orang yang tidak suci.
            Sehingga dengan pemahaman agama akan mendorong para penganutnya mentaati dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya selalu merasa terpanggil untuk memenuhi tuntutan agama yang dipilih dan diyakininya. Setidaknya ada semacam kebanggaan dalam diri terhadap keyakinan itu, serta berusaha mewujudkannya dalam segala aktivitas kehidupannya.
             Secara garis besarnya tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam masyarakat disebut pranata. Pranata terdapat dua macam yaitu :
1.       Pranata Primer
             Pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia itu sendiri. Pranata ini berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakat. Sehingga pranata ini tidak mudah dapat berubah.
2.      Pranata Sekunder
            Pranata ini bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas, seperti pranata politik, pranata pemerintahan, ekonomi dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Pranata ini dapat dengan mudah diubah struktur dan peranan hubungan antar peranannya maupun norma-norma ang berkaitan dengan hal itu. Pranata ini bersifat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan oleh pendukkungnya.
            Melihat dari peranan dan struktur serta fungsinya, peranan primer lebih mengakar pada kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pranata primer bercorak menekankan pada pentingnya keyakinan dan kebersamaanserta bersifat tertutup atau pribadi, seperti pranata- pranata keluarga, kekerabatan, keagamaan, pertemanan atau persahabatan. (Parsudi Suparlan, 1995:5-6). Dari pernyataan tersebut sangatlah jelas bahwa tradisi keagamaan termasuk pada pranata primer. Sehingga tradisi tersebut sangat sulit untuk berubah.


2.      HUBUNGAN SIKAP KEAGAAN DAN TRADISI KEAGAMAAN
v  PENGERTIAN SIKAP KEAGAAN DAN TRADISI KEAGAA
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan agama dan tradisi keagamaan.
Dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi utama yang mempunyai peran ganda Yaitu bagi masyarakat maupun individu yaitu antara lain:
PERTAMA  adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun individu.
KEDUA  yaitu tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau diri individu, bahkan dalam situasi terjadinya konfilik sekalipun sikap dan keberagamaan seseorang atau sekelompok orang bisa berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan budaya dimana agama itu hidup dan berkembang.
Demikian pula budaya mengalami perkembangan dan tranformasi transformasi budaya merupakan perubahan yang menyangkut nilai-nilai dan struktural sosial proses perubahan sturuktur sosial akan menyangkut masalah-masalah disiplin sosial, solidaritas sosial, keadilan sosial, system sosial, mobilitas sosial dan tindakan-tindakan keagamaant ranformasi budaya yang tidak berakar pada nilai budya bangsa yang beragam akan mengendorkan disiplin sosial dan solidaritas sosial, dan pada gilirannya unsur keadilan sosial akan sukar diwujudkan.
            Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan di lihat dari bentuknya :
Ø  Sisitem kebudayaan
Berwujud gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai budaya, norma dan pandangan yang bentuknya abstrak serta berada dalam pikiran para pemangku lebudayaan yang bersan
Ø  System Sosial
            Berwujus aktivitas dan tingkah laku, perilaku, ucapan-ucapan yang lebih konkrit.
Ø  Benda-Benda Budaya
Benda budaya merupakan hasil-hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan,Sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkuangan kehidupan turut memeberi nilai-nilai, norma, pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang.
3.      PENGARUH KEBUDAYAAN ERA GLOBALISASI TERHADAP PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN.
Kemajuan dan kecanggihan di era globalisasi ini menjadikan manusia hisup di satu kota. Batas Negara sudah tidak penghlang bagi manusia untuk saling berhubungan. Sehingga segala sesuatu yang sebelumnya dianggap sebagai pemilik sautu bangsa tertentu akan terangkat menjadi milik bersama.
Dalam kaitannya dalam jiwa keagamaan, barang kali dampak glbalisasi itu dapat di lihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap antara lain:
Prof. Dr. Mar’at mengemukakan beberapa teori mengenai perubahan sikap ini. Mennurut teori yang di kemukakan oleh Osgood dan Tannen Baum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di ilai baik oleh individu maupun masyarkat maka mereka akan menerimanya.
Secara fenomenal kebudayaan dalam era globalisasi mengarah kepada nilai-nilai yang besar pengaruhnya tehadap jiwa kwagamaan, khususnya di kalangan generasi muda meskipun pada sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkatdalam kesemarakannya, namun dalam kehidupan global yang cenderung sekuler barang kali akan ada pengaruhnya terhadap perumbuhan jiwa keagamaan para generasi muda. Paling tidak ada kecenderungan yang tampak :
  1. Muncul sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama. Sikap toleransi biasanya di jumpai di kalangan keolompok uang di sebut moderat.
  2. Muncul sikap fanatic keagamaan sedangkan sikap fanaftik keagamaan identik dengan kelompok fundamental.
Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan tatanan itu di hadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tudak mau siap tidak siap perubahan itu di perkirakan akan terjadi. Di kala itu, manusia di hadapkan pada peradaban umat manusia. di sisi lain manusia di hadapkan kepada malapetaka sebagai dampak perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi itu sendiri.

Pada garis besarnya teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa keagamaan berdasarkan factor intern dan factor ekstern manusia. pendapat pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religius (makhluk beragama) karena manusia sudah memiliki jiwa untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dair faktir intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti nalauri, akal perasaan maupun kehendak. Teori kedua menyatakan bahwa kejiwaaan manusia bersumber dari factor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena factor di luar dirinya seperti rasa takut, dan rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah.
Kedua pendekatan itu tampak berbeda, namun keduanya mengingkari bahwa secara  psikologis manusia sukit untuk di pisahkan dari agama. Pengaruh psikologis ini pula yang tercermin dalam sikap dadn tingkah laku keagamaan manusia, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan manusia sebagai individu, pengaruh psikologi itu membentuk keyakinan dalam diriya dan menampakan pola tingkah laku sebagai realisasi dari keyakinan tersebut.sedangkan dalam kehidupan sosial keyakinan dan pola tingkah laku tersebut mendorong manusia untuk melahirkan norma-norma dan pranata keagamaan sebagai pedoman dansarana kehidupan beragama di mas.yarakat.
                        Motivasi memiliki 4 peran dalam kehidupan manusia yaitu :
1.      Motivasi berberan sebagai pendorong manusia dalam melakukan sesuatu
2.      Motivasi berberan sebagai penentu arah tujuan
3.      Motivasi berperan sebagai penyheleksi perbuatan yang akan di lakukan oleh manusia
4.      Motivasi berberan sebagai penguji sikap manusia dakam nerbuat termasuk perbuatan dakam beragama.
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifa adikodrati (superanaural) ternyata kan menyertai manusia dalam runag lingkup kehidupan yang luas. Agama meiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang atau hubungannya dalam masrakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-sehari

1.      Motif Intrinsik (dalam diri)
Dalam kehidupan sehari-sehari sering kita jumpai ada seseorang yang tak mampu menahan memenuhi kebutuhan dirinya. Dakam kondisi seperti itu akan terjadi pertentangan (konflik) dalam batin. Pertentangan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan dala kehidupan rohani yang dalam kesehatan mental di sebut kekusutan rohani atau kekusutan fungsional.
Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat di lakukan antara lain melalui pnyesusaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).
Cukup logis jika setiap ajaran agama mewajibkan pengnutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk pelaksanaan ibadah agama, paling tidak ikut berpengaruh dalam menakan keluhuran budi yang pada puncaknya akan mneimbulkan rasa sukses pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberikan rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna.
2.      Motif Ekstrinsik (luar diri)
Motif ekstrinsik ini di akibatkan oleh pengaruh era globalisasi yang memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh. Dalam kondisi seperti itu, manusia akan mengalami konflik batin secara besar-besaran. Kaerana sebagai damoak dari ketidakseimbangan antara kemempuan iptek yang menghasilkan kebudayaan materi dengan kekosongan rohani.
Namun kegoncangan batin dapat pula mendorong manusia untuk memperturutkan khayalan semuanya. Golongan ini mungkin akan tetap bertahan dan lrut dalam ketertarikannya terhadap kecanggihan teknologi.
Sementara itu nilai-nilai tradisional pun akan mengalami penggeseran.  Manusia mengalami proses perubahan sisitem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya.Secara fenomenal, kebdayaan dalam era global mengarah pada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kejiwaan, khususnya generasi muda.



  

No comments:

Post a Comment