MAKALAH
SEJARAH
PARADABAN ISLAM
MASA
PEMBANGUNAN INDONESIA
Disusun oleh :
Anita Putri (12531157)
Mutiara (12531212)
Ririn Anita (12531042)
Toni Iskandar
(12531096)
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) CURUP
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam proses pejalanannya, Islam selalu memberi
perubahan bagi suatu negara,Perubahan-perubahan tersebut baik dalam bidang
politik, sosial, dan peradaban. Ini karena Islam selaku agama telah mengajarkan
aturan-aturan hidup bermasyarakat dan bernegara dalam cakrawala kehidupan solidaritas
umat Islam didunia. Sebagaimana peradaban Islam di Indonesia, adapun
kebudayaannya sangat minim dibandingkan dengan peradaban Mughal (India) yang
memiliki simbol Taj Mahal, di Indonesia peradabannya sangat sederhana, miskin.
Namun Islam yang datang ke Nusantara membawa kemajuan (Tamaddun) dan
kecerdasan.
Dengan kedatangan Islam masyarakat Indonesia
mengalami transformasi dari masyarakat agraris feodal ke masyarakat kota.
Karena Islam pada dasarnya adalah perkotaan (Urban). Peradaban Islam pada
hakikatya juga Urban dengan bukti-bukti Islamisasi di Nusantara bermula dari
kota-kota pelabuhan, dikembangkan atas perlindungan istana, sehingga kemudian
menjadi pengembangan ekonomi, intelektual dan politik. Akibat pengaruh Islam
inilah Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan secara Internasional.
Namun kedatangan pedagang Barat, transformasi ini menjadi terganggu. Betapa
tidak, Islam datang tidak dengan melakukan penjajahan dan peperangan, melainkan
dengan damai. Sebaliknya Barat datang ke Nusantara dengan melakukan penjajahan
dan politik pecah belah dengan tujuan menguasai perdagangan, ekonomi, dan
kekayaan alam yang terkandung di wilayah Nusantara ini,dengan
kedatangan bangsa barat ke Indonesia, bagaimanakah peradaban Islam di Indonesia
pra dan pasca kemerdekaan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Peradaban Islam pada Masa Pra-Kemerdekaan ?
2.
Bagaimana Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan ?
C.
Tujuan
1.
Agar mahasiswa
mengetahui dan memahami Bagaimana Peradaban Islam pada Masa
Pra-Kemerdekaan.
2.
Agar mahasiswa
mengetahui dan memahami Bagaimana
Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Peradaban
Islam Pra-Kemerdekaan
1.
Birokrasi Keagamaan
Pertumbuhan komunitas Islam di
Indonesia bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra, Jawa, dan
Pulau lainnya. Hal ini di karenakan penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama
dilakukan oleh para pedagang. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri juga
di daerah pesisir seperti: Samudra Pasai, Aceh, Demak, Banten dan Cirebon,
Ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam menyebar kedaerah-daerah sekitar.
Di samping merupakan pusat-pusat
politik dan perdagangan, ibukota kerajaan juga merupakan tempat berkumpul para
ulama dam mubaligh Islam. Ibn Bathutah menceritakan, sultan kerajaan samudra
pasai, Sultan Malik al-Zahir, dikelilingi oleh ulama dan mubaligh Islam, dan
raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Di
Aceh, raja-raja mengangkat para ulama sebagai penasehat dan pejabat di bidang
keagamaan. Kedudukan ulama sebagai penasehat raja tidak hanya di Aceh saja,
tetapi juga terdapat di kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Disamping sebagai
penasehat raja, para ulama juga duduk dalam jabatan-jabatan keagamaan yang tingkat
dan namanya berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, pada umumnya
disebut qadhi.
Ulama sangat berperan di samping
sebagai penyebar agama juga berpartisipasi dalam bidang pendidikan. Ada dua
cara yang dilakukan oleh para ulama terkait dengan bidang pendidikan yaitu :
a. Membentuk kader-kader ulama yang akan
bertugas sebagai mubaligh ke daerah-daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan
di dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan pesantren atau
langgar di Jawa, Dayah di Aceh dan Surau di Minangkabau. Waktu belajar diatur
sesuai dengan kondisi pesantren masing-masing.Mata pelajaran yang terpenting
adalah Ushuluddin, Ushul Fiqh, fiqh dan Arabiyah. Kondisi pendidikan semacam
itu berlangsung dan terus berkembang terus menerus dari tahun ke tahun sampai
sesudah tahun 1900.Para pemimpin pergerakan Nasional sadar bahwa
penyelenggaraan pendidikan yang seperti itu harus dirubah dan memasukkan
pendidikan yang bersifat Nasional ke dalam perjuangannya.
Maka
lahirlah sekolah-sekolah partikular atas usaha perintis kemedekaan. Sekolah itu
mula-mula bercorak sesuai dengan polotik seperti Taman Siswa, Kesatrian,
Institut dan lain-lain yang bercorak Islam.
b. Yang dilakukan ulama adalah melalui
karya-karya yang tersebar dan di baca di berbagai tempat yang jauh. Karya-karya
tersebut mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu keagamaan di Indonesia
pada masa itu. Di antara ilmuan muslim pertama di Indonesia adalah:
v Hamzah Fansuri
Seorang sufi terkemuka yang berasal
dari Fansur (Barus) Sumatra Utara. Karyanya yang terkenal berjudul Asrarul
Arifin fi Bayan ila Suluk wa at-Tauhid, suatu uraian singkat tentan sifat dan
inti ilmu kalam menurut teologi Islam. Karya-karyanya yang lain di antaranya
adalah Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, Syair Jawi, Syarab
al’Asyikin.
v Syamsuddin as-Sumatrani
Beliau adalah murid dari Hamzah
Fansuri, Beliau mengarang buku yang berjudul Mir’atul Mukminin (Cermin
orang-orang beriman) yang berisikan tanya jawab tentang ilmu kalam.
v Nuruddin al-Raniri
Al-Raniri dikenal sebagai orang yang sangat
giat membela ajaran ahlussunnah waljamaah. Karya-karya beliau meliputi berbagai
cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu fikih, hadits, akidah, sejarah, tasawuf,
dan sekte-sekte agama. Di antara karya-karyanya ialah al-Shirath, al-Mustaqim,
Bustan al-Salathin dan Asrar al-Insan fi Ma’rifati al-Ruh wa al Rahman.
v Abdur Rauf Singkel
Ia
menghidupkan kembali ajaran tasawuf yang sebelumnya dikembangkan oleh Hamzah
Fansari melalui tarekat Syatariyah yang diajarkannya, walaupun dengan ungkapan
dan metafor yang berbeda.
2.
Politik
Sekitar abad XIV, umat Islam di
nusantara berhasil membentuk suara pemerintahan yang bercorak Islam. Namun
dalam hal-hal tertentu belum sepenuhnya bercorak Islam, melainkan adanya
perpaduan antara corak Indonesia sebagai pengaruh dari corak pemerintahan agama
lama dengan corak yang di bawa agama Islam. Perkembangan selanjutnya, banyak
bermunculan negara-negara Islam dalam bentuk kerajaan. Para pemangku
pemerintahannya berusaha memperbaiki keadaan negaranya sehingga corak
keislamannya lebih menonjol seperti di bentuknya lembaga qadhi (Dewan hakim),
Badan Permusyawaratan yang di dalamnya terdiri dari para ulama dan tokoh
masyarakat dan perundang-undangan terutama dalam masalah jual beli
(perdagangan).Pada saat kerajaan-kerajaan Islam telah tumbang dan munculnya
pemerintahan rezim dengan menamakan dirinya sebagai pemerintah Hindia Belanda,
peranan umat Islam dalam politik pemerintah tidaklah berhenti. Secara formal
terdapat kaum muslimin yang turut serta duduk dalam jajaran pegawai, secara
informal umat Islam memerankan politiknya melalui organisasi-organisasi yang
dibentuknya. Di antaranya:
a. Serikat Dagang Islam
Serikat
Dagang Islam didirikan di Jakarta pada tahun 1909 M oleh R.M. Tirtoadisurya
yaitu sebagai sebuah perseroan dagang yang didasarkan pada corak baru dan ide
baru. Dua tahun berikutnya dibentuk pula cabangnya di Bogor SDI itu bercorak
koperasi dengan tujuan untuk merobohkan monopoli saudagar-saudagar bangsa
Tionghoa.
b. Serikat Islam (SI)
Serikat
Islam didirikan di Solo pada tanggal 11 november 1911 oleh seorang pedagang
muslim, Haji Samanhudi. SI tumbuh dari organisasi yang mendahuluinya yang
bernama Serikat Dagang Islam. Perubahan nama dari SDI ke
SI menjadikan organisasi ini mempunyai perubahan orientasi: dari komersial ke
politik. Organisasi ini muncul disebabkan oleh dua hal yaitu :
v daya dorong ekonomi di balik
kegiatan-kegiatan organisasi ini yang berasal dari persaingan perdagangan dengan orang-orang
China yang tidak terkekang oleh kontrol-kontrol yang terbatasi oleh pemerintah
kolonial.
v aktifitas-aktifitas keagamaan dalam
oganisasi ini, sebagian telah dipacu oleh kegiatan-kegiatan misionaris Kristen
yang semakin meningkat sejak 1910.
Tujuan dari organisasi ini adalah menyusun
masyarakat Islam agar ia hidup berkumpul menjadi saudagar. Selain itu juga
mengerahkan hati umat Islam supaya bersatu dan tolong menolong di dalam
lingkaran dan batas undang-undang negara. Melakukan segala daya upaya untuk
mengangkat derajat rakyat guna kesentosaan dan kemakmuran tanah tumpah
darahnya. Dalam perkembangannya SI mengalami beberapa periode:
1. Periode menentukan corak dan bentuk
untuk mempersiapkan diri sebagai organisasi yang menyiapkan diri untuk
melakukan kegiatan sebagai partai yang berlangsung dari tahun 1911-1916.
2. Periode penentuan yaitu periode pada
saat seluruh organisasi telah siap memasuki periode puncak guna ikut melibatkan
diri dalam kegiatan politik. Periode ini berlangsung dari tahun 1916-1921.
3. Periode pada saat kegiatan partai melakukan
konsolidasi kedalam. Dalam periode ini partai tersebut bersaing keras dengan
golongan Komunis disamping juga mengalami tekanan-tekanan yang dilancarkan oleh
pemerintah Belanda. Periode ini berlangsung dari tahun 1921-1927.
4. Periode saat kekuatan partai memperlihatkan
kegigihannya dalam mempertahankan . eksistensinya dalam forum politik
Indonesia. Periode ini berlangsung dari tahun 1927-1942.
c. Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI)
Komunikasi yang kurang baik di
antara organisasi Islam tidak jarang membawa pergesekan-pergesekan dan bahkan
konflik di antara umat Islam,kesadaran yang medalam akan pentingnya memperbaiki
komunikasi antara partai-partai dan organisasi yang berdasarkan Islam, maka
K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah), K.H.A Wahab Chasbullah (NU) dan pimpinan
lainnya dari SI, al Irsyad, al-Islam, Perserikatan Ulama, dan lain-lain telah
berhasil membentuk suatu badan federatif yang disebut dengan Majelis Islam Ala
Indonesiy (Majelis Tinggi Islam Indonesia). Majelis yang lebih dikenal dengan
MIAI ini didirikan di Surabaya pada 21 September 1937.MIAI tidak dapat
membatasi diri semata-mata pada masalah agama. Situasi politik Indonesia dan
tuntutan-tuntutan yang kian bertambah dari pergerakan kemerdekaan Indonesia
pada umumya, terutama untuk mendirikan parlemen Indonesia dan akhirnya
kemerdekaan, menyebabkan federasi ini mengeluarkan pendapat dan pernyataan yang
bersifat politik
.Belum sampai lima tahun kehadiran
MIAI, pasukan Jepang mendarat di Indonesia dan dengan mudah dapat mengusir
Belanda.Berbeda dengan Belanda, Jepang berusaha merangkul umat Islam untuk
memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka menyokong tujuan-tujuan perang
mereka yang cepat dan mendesak. Alasan Jepang merangkul umat Islam adalah
sebagai berikut :
v mereka mempunyai keyakinan agama
yang kuat, sebagai moral perjuangan.
v berhubungan erat dengan yang
pertama, kekuatan Islam yang besar mendapatkan pijakan yang kuat karena
dukungan rakyat yang luas di Indonesia.
Dalam kontek sosio-politik dan militer seperti
inilah terlihat mengapa pihak fasis Jepang membiarkan MIAI hidup buat
sementara. Dalam waktu cepat, Jepang memang benar-benar membutuhkan bantuan
umat Islam. Karena MIAI didirikan atas prakasa kaum Muslimin sendiri dan
mempunyai kecenderungan anti-kolonialisme, maka Jepang membubarkan MIAI pada
oktober 1943.
3.
Seni dan Arsitektur
Dalam seni arsitertur, terutama dalam
bangunan sarana peribadatan seperti masjid, Mushalla, bahkan rumah-rumah di
Indonesia banyak yang berseni Islam seperti terdapatnya tulisan Arab (kaligrafi
Islam) yang terpajang pada bangunan-bangunan, rumah-rumah penduduk dan
sebagainya. Hasil seni bangunan yang mempunyai nilai sejarah diantaranya adalah
masjid kuno Demak, sendang dawur agung kesepuhan di Cirebon, masjid agung
Banten, Baiturrahman di Aceh dan lain-lain.
B. Peradaban
Islam Pasca Kemerdekaan
1. Pendidikan
Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah
berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama Islam mulai mendapat
perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan
desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah diteruskan. Badan ini juga
mendesak pemerintah agar memberikan bantuan pada madrasah. Departemen agama
dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan
pendidikan agama Islam, mengawasi pengangkatan guru-guru agama, dan mengawasi
pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru
agama, 45 orang diantaranya kemudian diangkat sebagai guru agama. Pada tahun
1948, didirikanlah sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
Haji Mahmud Yunus, seorang lulusan
Kairo yang di zaman Belanda memimpin Sekolah Normal Islam diPadang, menyusun
rencana pembangunan pendidikan Islam. Dalam rencananya, ibtidaiyah selama 6
tahun, tsanawiyah pertama 4 tahun dan tsanawiyah atas 4 tahun. Mahmud Yunus
juga menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah umum yang
disetujui oleh konferensi pendidikan Se-Sumatera di Padang Pajang,10 Maret
1947.
Berkenaan dengan perguruan tinggi
Islam, kaum muslimin di Indonesia sejak awal sudah berfikir untuk membangunnya.
Mahmud Yunus membuka Islamic College petama tanggal 9 Desember 1945 di Padang,
yang terdiri dari Fakultas Syari’ah dan Fakultas Pendidikan dan Bahasa
Arab.Perguruan Tinggi Islam yang khusus terdiri dari fakultas-fakultas
keagamaan mulai mendapat perhatian kementrian Agama pada tahun 1950.Pada
tanggal 12 Agustus 1950, Fakultas Agama di UII dipisahkan dan diambil alih oleh
pemerintah dan pada tangal 26 September 1951 secara resmi dbuka perguruan
Tinggi baru dengan nama Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di bawah
pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun 1957, di Jakarta didirikan Akademi
Dinas Ilmu Agama ADIA).
Akademi ini dimaksudkan sebagai
sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas dalam pemerintahan dan untuk
pengajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960, PTAIN dan ADIA disatukan menjadi
Institut Agama Islam Negeri (IAIN), juga dibawah Kementerian Agama.IAIN bertanbah pesat dan melahirkan cabang-cabangnya di
berbagai wilayah ditambah dengan tumbuhnya perguruan tinggi swasta, diantaranya
UNJ, UM, UNISBA, UNISMA. Pendidikan Islam mengalami kemajuan dalam mengiringi
modernitas. Terakhir pada tahun 2002, IAIN Syarif Hidayatullah berubah menjadi
UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah yang di dalamnya
menyelenggarakan pendidikan selain fakultas-fakultas Agama juga membuka ptogram
pasca sarjana.
2.
Ekonomi
”Ekonomi Islam”
berkembang
Di Indonesia,
pada tahun 1923, Haji Oemar Said Tjokroaminoto telah menulis sebuah buku yang
berjudul Sosialisme Islam. Bahkan dari karangan Bung Hatta dapat diketahui,
bahwa zaman pergerakan kemerdekaan itu sudah pernah dibentuk bank Islam yang
mengganti bunga dengan biaya Administrasi. Pada zaman kemerdekaan, Kaharuddin
Junus menulis disertasi di Universitas Cairo tentang sistem ekonomi Islam yang
diberi nama ”Bersamaisme” yang menyerupai konsep koperasi seperti yang
kita kenal sekarang. Sebuah buku terjemahan ”Islam dan Teori Pembangun”, karya
Dr. Anwar Iqbal Quraisy, pernah pula diterbitkan.
Namun kemudian
memang jarang ditulis dalam artikel-artikel pendek hal-hal mengenai ekonomi
Islam. Sehingga menimbulkan kesan diskursus mengenai ekonomi Islam
terputus-putus.Di Indonesia perhatian terhadap pengembangan teori ekonomi yang
bertolak dari keislaman, boleh dikatan tidak ada, kecuali pada beberapa pribadi
yang berpikir secara terpisa, seperti Dr. A.M. Saefuddin, Dr. Halide, dan Dr.
Murasa Sarkaniputra. Sebelumnya, Syafruddin Prawiranegara, seorang teknokrat
terkemuka, pernah menjelaskan pandangannya mengenai ”Apa yang dimaksud dengan
Sistem Ekonomi Islam” dalam kesempatan lahirnya HUSAMI (Himpunan Usahawan
Muslimin Indonesia) pandangannya itu adalah kelanjutan dari dan penjelasan
lebih lanjut dari apa yang ditulisnya pada 1951 yang berjudul ” Motif Atau
Prinsip Ekonomi Diukur menurut Hukum Islam” dia mengemukakan berbagai ketentuan
Syari’ah dan akhlak yang seharusnya membentuk motip ekonomi.
Pembahasan
mengenai ekonomi Islam di Indonesia pada pada awal Orde Baru menuntut tetap
dalam kerangka pemikiran tentang Ekonomi Pancasila. Jika tidak, maka orang bisa
mempertentangkan keduanya dengan motif politik. Sebenarnya kedua konsep tersebut
masih berada dalam masa pembentukan. Tapi secara substansif, Ekonomi Islam
sudah lebih jauh berkembang. Sedangkan di Indonesia, Ekonomi Pancasila belum
sepenuhnya diterima oleh semua kalangan, karena konsepnya bagi sebagian orang
belum jelas. Sedangkan ide ekonomi Islam telah dikembangkan secara
internasional oleh pakar-pakar multinasional di bergai lembaga nasional dan
internasional di Dunia Islam, maupun negara-negara Barat.
Gagasan ”
Ekonomi Islam pada awal Orde Baru tersebut pemunculannya mungkin masih
dirasakan sensitif. Sebab ia akan dipertentangkan dengan Ekonomi Pancasila,
sejalan dengan kecenderunagan mempertentangkan konsep ” Negara Islam” dengan
Negara berdasarkan Pancasila. Ini karena pengaruh perdebatan tentang dasar
negara dalam Sidang Konstituante 1957-1959. Karena pada waktu itu konsep negara
berdasarkan Islam ditampilkan sebagai alternatif terhadap konsep negara
berdasarkan Pancasila, yang berakhir di sebuah jalan buntu dan mendorong
lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, disamping menetapkan Pancasila sebagai
Dasar Negara juga merintis jalan menuju ke pemerintahan yang otoriter dan represif
dalam priode 1959-1995.
Namun demikian
terjadi perkembangan pemikiran yang lebih dewasa, baik tentang Pancasila maupun
tentang Islam di masa Orde Baru. Pancasila dipahami tidak lebih dari sebuah
nama daripada ideologi yang substansial opersional. Sementara itu, Islam
sebagai konsep pemikiran modern, telah memiliki substansi yang lebih jelas.
Apalagi masa sekarang ini pemerintah membuka seluas-luasnya keran kebebasan
untuk berpendapat dalam semagat otonomi.
a.
menilai
pengertian ekonomi modern dengan ajaran Islam. Dengan cara ini, ekonomi Islam
didefenisikan sebagai ilmu ekonomi dalam sorotan prinsip-prinsip Islam,
dengan membawa ilmu ekonomi modern dalam keselarasan dengan syari’ah.
b.
defenisi paling
mutakhir dan paling sedikit dikeritik. Misalnya yang dikemukakan Lord Robbins,
Ekonomi Islam adalah ” Suatu Ilmu yang mempelajari prilaku manusia sebagai
hubungan antara tujuan dan alat-alat langka yang mengandung pilihan-pilihan
dalam penggunaannya, sesuai dengan syari’at Islam”.
Dengan
pertimbangan di atas, Hasanuz-Zaman mencoba menyusun defenisi sendiri, bahwa
Ekonomi Islam adalah sebagai pengetahuan dan aplikasi pedoman dan aturan-aturan
syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan memanfaatkan sumber-sumber material
guna memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban
kepada Allah dan masyarakat.Pendekatan lain dilakukan oleh Akram Khan dalam
usahanya merumuskan defenisi ekonomi Islam, dengan mencoba menghindari defenisi
yang ada, sehigga keluar rumusannya : ”Ekonomi Islam bertujuan mempelajari
kesejahteraan manusia (falah), yang dicampai dengan mengorganisasikan
sumber-sumber di bumi, berdasarkan asas kerja sama dan partisipasi.”
Kalau kita
cermati dari beberapa rumusan defenisi mengenai ekonomi Islam maka dapat
disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah upaya penerapan syariat dalam kehidupan
ekonomi untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Dan Islam sebagai suatu
sistem ekonomi Islam adalah suatu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu
masyarakat dan negara dengan menggunakan metode dan cara yang islami, dan mampu
memberikan konstribusinya secara optimal.
3. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pertama kali Majelis Ulama Indonesia
berdiri pada masa Soekarno. Majelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah,
karena diperlukan untuk menjamin keamanan. Di samping untuk tujuan pembinaan
mental, rohani dan agama masyarakat, oleh pemerintah waktu itu Majelis ini
dimaksudkan untuk ikut ambil bagian dalam “penyelenggaraan revolusi dan
pembangunan semesta berencana” dalam rangka Demokrasi Terpimpin”. Akan tetapi
setelah Seokarno jatuh, baru kegiatan-kegiatan Majelis ulama daerah meningkat.
Meskipun majelis ini secara nasional
tidak mempunyai kendali dan cara kerja yang sama antara satu daerah dengan
daerah lain, karena majelis pusat praktis tidak berfungsi lagi.Pada masa
Soeharto, Ia mengharapkan berdirinya Majelis Ulama Indonesia. Dalam tahun 1975
usaha-usaha dimulai untuk mendirikan majelis ulama yang baru. Majelis-majelis
ulama di tiap ibukota profinsi dibentuk, atau bagi yang masih aktif diteruskan
dalam rangka pembentukan majelis ulama yang baru. Sementara itu, di Jakarta
dibentuk panitia Musyawarah Nasional 1 Majelis Ulama seluruh Indonesia.
Musyawarfah itu sendiri dilangsungkan pada tanggal 21-27 Juni 1975, dihadiri
oleh wakil-wakil Majelis Ulama propinsi. Ketika itulah Majelis ulama yang baru
dinyatakan berdiri dengan nama Majelis Ulama Indonesia.
4. Hukum Islam
Usaha untuk mengundangkan
peraturan perkawinan secara Nasional sudah dimulai sejak tahun 1950
dengan terbentuknya suatu panitia khusus yang diketuai oleh bekas Gubernur
Sumatera, Teuku Muhammad Hasan. Baru pada tahun 1958, hasil kerja panitia ini
dibicarakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat, bersama-sama dengan suatu usul
Rancangan Undang-undang yang dimajukan oleh kalangan nasionalis. Akan tetapi
kedua rancangan ini dikesampingkan karena terjadi kemacetan dalam perdebatan di
parlemen. Rancangan Undang-undang yang sama kemudian disusun kembali tahum 1967
dan 1968.Kedua rancangan ini dibicarakan dalam sidang DPR tahun 1973, tetapi
mengalami hal yang sama karena wakil dari golongan Katholik menolak rancangan
itu. Akibatnya pemerintah menarik kembali kedua rancangan tersebut dan mengusulkan
RUU yang baru pada tanggal 31 Juli 1973. Ketika rancangan ini disidangkan,
pihak Islam merasa keberatan dan beberapa ratus pelajar Islam melakukan protes
di ruang DPR karena banyak butir-butir RUU yang dianggap bertentangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pejalanannya,
Islam selalu memberi perubahan bagi suatu negara,Perubahan-perubahan tersebut
baik dalam bidang politik, sosial,ekonomi dan peradaban. Ini karena Islam
selaku agama telah mengajarkan aturan-aturan hidup bermasyarakat dan bernegara
dalam cakrawala kehidupan solidaritas umat Islam didunia. Sebagaimana peradaban
Islam di Indonesia, adapun kebudayaannya sangat minim dibandingkan dengan
peradaban Mughal (India) yang memiliki simbol Taj Mahal, di Indonesia
peradabannya sangat sederhana, miskin.
Namun Islam yang datang ke Nusantara membawa
kemajuan (Tamaddun) dan kecerdasan.Dengan kedatangan Islam masyarakat Indonesia
mengalami transformasi dari masyarakat agraris feodal ke masyarakat kota.
Karena Islam pada dasarnya adalah perkotaan (Urban). Peradaban Islam pada
hakikatya juga Urban dengan bukti-bukti Islamisasi di Nusantara bermula dari
kota-kota pelabuhan, dikembangkan atas perlindungan istana, sehingga kemudian
menjadi pengembangan ekonomi, intelektual dan politik. Akibat pengaruh Islam
inilah Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan secara Internasional.
Namun kedatangan pedagang Barat, transformasi ini menjadi terganggu. Betapa
tidak, Islam datang tidak dengan melakukan penjajahan dan peperangan, melainkan
dengan damai.
Sebaliknya Barat datang ke Nusantara dengan
melakukan penjajahan dan politik pecah belah dengan tujuan menguasai
perdagangan, ekonomi, dan kekayaan alam yang terkandung di wilayah Nusantara
ini,dengan kedatangan bangsa barat ke Indonesia, bagaimanakah peradaban Islam di
Indonesia pra dan pasca kemerdekaan. Pembaharuan pendidikan Islam di
Indonesia ditandai dengan perobahan dari kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan di surau atau langgar, diganti sistem kelas, kurikulum yang
diajarkan tidak lagi hanya pengetahuan agama, tetapi juga pengetahuan umum,
bahkan bahasa Belanda dan bahasa Inggris juga menjadi bagian dari kurikulum.Di
pihak penjajah berusaha mendirikan sekolah-sekolah umum dan ini bukan hanya
membawa dampak positif, tetapi juga membawa persoalan yang sampai saat ini
menjadi bahan diskursus dikalangan dunia akademisi pendidikan Islam di
Indonesia, yaitu terjadinya dikotomi pendidikan; pendidikan agama di satu pihak
dan pendidikan umum di pihak lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Huda, Nor, Islam Nusantara Sejarah Sosial Intelektual
Islam di Indonesia, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007
Karim, Abdul, Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Membongkar
Marjinalisasi Peranan Islam dalam Perjuangan Kemerdekaan RI), Yogyakarta:
Sumbangsih Press, 2005
Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia
1900-1945, Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia,
Jakarta: PT ajaGrafindo Persada, 2005
No comments:
Post a Comment